Saturday 21 November 2009

Jual-Beli lewat Internet? Pikir dulu


Transaksi jual beli barang lewat internet memang bukan merupakan hal baru dan banyak diminati oleh banyak orang. Namun, kemudahan ini bukan berarti tanpa resiko. Berikut ini sebuah postingan dari seorang anggota kaskus.us, 'kancutsuek' yang bisa jadi masukan kita semua, khususnya bagi para PENJUAL yang menjual barang lewat internet. Terima Kasih banyak buat 'kancutsuek', semoga postingannya bisa bantu para pengguna jasa internet..


MODUS POINT :
1. Dia akan mengajak transaksi dengan barang yang anda punya,
si maling berlagak jadi pembeli ONLINE terhadap barang anda
Setelah deal transaki dengan anda ,si maling menyuruh anda untuk mengecek Saldo transaksi di rek anda.
Kenyataanya ? Saldo anda tidak ada tambahan ....


 2. Si Maling pun berdalih bahwa dia sudah benar2 mentfransfer ,dan Maling mengatakan " Bahwa jaringan System E-BANKING lagi trouble " jadi kagak bisa untuk mengecek Saldo anda

3. Nah disini anda harus waspada,Si maling akan terus mengejar anda ,dia meminta anda untuk menuju Lokasi ATM sambil di tuntun oleh si maling
( Nahh....saat itu JAMPI JAMPI GENDAM si Maling beraksi ),setelah anda sampai di ATM ,si maling meminta anda untuk mengecek saldo lagi ,dan tanpa anda sadari ...,si Maling menuntun anda untuk Menstranfer uang anda ke suatu rekening ( yang jelas Rek nya Maling ),dan sejurus kemudian Habislah uang anda...,
Ini Trik GENDAM LAMA yang di pakai Maling ,tahun 2006 -2007 sempat marak....

Yang Patut anda Waspada 

Baca Point 2,untuk mengatasi Trik2 Maling

-Anda jangan panik ,gunakan Logika anda
Mainkan Logika :
Kalau emang gak bisa di cek sekarang " Kan bisa , nanti 1-2 jam lagi di cek Ulang " untuk tahu udah masuk gak nya Saldo

- BAD SYSTEM biasanya terjadi di atas jam-8 Malam
( Saldo di akumulasikan keesokan harinya / jam 12 Malam ketas )
- BAD SYSTEM erornya gak sampai lebih dari 3-4 Jam
- Mintalah Secara Tegas Bukti Transfer ,bisa Via EMAIL ,Via MMS ,dll...
- Anda sendiri harus segera Konfirmasi ke HALLO BCA ,tanyakan " Apakah memang System Lagi ERROR ?
Bila tidak ada ,PATUT WASPADA
" ANDA SEDANG DALAM INCARAN TINDAK KEJAHATAN "

 
Semoga PESAN INI BERMANFAAT BUAT ANDA SEMUA
SALAM HORMAT :
KANCUTSUEK ( INTELEGENT MALING2 BANCI )



Segitu dulu, nanti kalo ada info untuk PEMBELI, saya posting lagi :D

Sunday 21 June 2009

Perempuan: Sales Promotion Bandar Narkoba


Narkoba bukan merupakan hal baru bagi Indonesia, apalagi terkait isu perempuan. Jika dinilai sekilas, jarang ada perempuan yang terlibat dalam kasus narkoba baik sebagai pemakai, pengedar, maupun produksi. Namun, seiring berjalannya waktu, makin banyak bermunculan para perempuan yang terlibat dalam kasus narkoba. Ini terkait dengan adanya kejahatan-kejahatan terorganisir yang menginginkan tersebarluasnya pasar narkotik Indonesia di dunia.
Melihat keterlibatan perempuan dalam narkoba tidak bisa disamakan dengan keterlibatan pria. Karena, jika perempuan tertangkap menggunakan atau mengedarkan narkoba, maka ia akan terkena sangsi sosial berganda. Pertama, dia adalah perempuan, dan yang kedua, ia berbuat kejahatan. Seperti sudah dibahas diawal, peranan perempuan dalam penjualan narkoba bisa menjadi daya tarik tersendiri bagi perdagangan narkoba secara internasional. Perempuan dianggap lebih menarik untuk dijadikan pekerja distribusi obat-obatan terlarang tersebut. Mereka dijadikan kurir untuk menjual narkotik.

Hal ini berkaitan dengan artikel yang saya temukan. Artikel tersebut berjudul “Perempuan Indonesia Direkrut Jadi Kurir Narkoba Lintas Negara” yang diakses dari detiknews.com. Artikel tersebut membahas mengenai kasus penyelundupan Narkoba yang selalu melibatkan perempuan sebagai kurir. Menurut Dir IV Narkoba dan Kejahatan Terorganisir Bareskrim Mabes Polri, Brigjen Pol Indradi Thanos, proses perekrutan kurir dari Indonesia itu dilakukan dengan cara mencari perempuan usia matang yang sedang duduk sendirian di cafe. Setelah disapa dan bisa berbahasa Inggris, lalu pelaku berkenalan dengan perempuan tersebut. Setelah tiga sampai lima kali pertemuan, perempuan dan orang kulit hitam tersebut mengadakan pertemuan di kontrakan si orang kulit hitam itu. Disitulah si perempuan direkrut menjadi kurir. Tambahnya lagi, perempuan-perempuan itu hanya ditugasi untuk bertemu penjual, mengambil barang, dan kembali ke Indonesia. Sebuah tugas yang dinilai mudah namun beresiko tinggi. Dari tugas tersebut, perempuan itu juga mendapat gaji yang cukup.
Perempuan-perempuan sebagai kurir dinilai memiliki daya tarik tersendiri untuk menarik pembeli. Dalam konteks ini, perempuan jarang dicurigai memiliiki keterlibatan dalam narkoba, sehingga para bandar percaya bahwa tingkat kecurigaan polisi akan lebih rendah, dan kemungkinan untuk ketahuan dan tertangkap lebih kecil. Seandainya jika laki-laki yang tertangkap terlibat narkoba, maka hal itu sudah biasa. Namun, itu tidak berlaku dengan perempuan. Karena perempuan akan lebih tidak dicurigai daripada pria.
Saya teringat waktu itu sekitar setahun yang lalu, saya duduk sendirian di warung internet dekat rumah saya. Tiba-tiba ada orang kulit hitam yang menanyakan nama saya, tempat saya tinggal, dan lain-lain dalam bahasa setengah Indonesia, setengah Inggris. Karena kesal, saya segera pergi dari tempat itu. Lalu, apakah dia seorang perekrut kurir wanita? siapa tahu. Waspadalah!

Antara Privacy, Identity Theft, dan Stalking




Dewasa ini, kehadiran internet merupakan suatu keharusan jika tidak ingin tertinggal berbagai informasi. Internet adalah sistem jaringan yang menghubungkan seluruh komputer di dunia yang berguna untuk mencari informasi di seluruh dunia, dan juga dapat berinteraksi langsung dengan orang lain yang berada jauh dari kita. Atau dengan kata lain, Internet dapat diartikan sebagai jaringan komputer luas dan besar yang mendunia, yaitu menghubungkan pemakai komputer dari suatu negara ke negara lain di seluruh dunia, dimana di dalamnya terdapat berbagai sumber daya informasi dari mulai yang statis hingga yang dinamis dan interaktif[1]
Kemampuan internet dalam menghubungkan masyarakat di seluruh dunia, sangat membantu aliran informasi yang sangat pesat. Setiap orang mampu meghubungi orang lain yang berada di kota atau bahkan negara yang berbeda, dengan hanya mengklik mouse yang berada di depan mereka. Mereka juga mampu mengakses, mengunduh dan mengambil apapun dari internet. Segala kemudahan itu bukan berarti tanpa kerugian. Merebaknya internet tentu saja menyebabkan beberapa kesulitan baru, yaitu mengenai privasi. Ruang privasi manusia seolah menyempit karena adanya ruang publik, second life, yang seolah membebaskan kita untuk berkreasi, sekaligus memasukkan data-data baik yang bersifat umum ataupun privasi. Data yang bersifat privasi misalnya adalah alamat rumah, nomor telepon, bahkan nomor rekening bank.



       Setiap orang berhak memiliki nama domain berdasarkan prinsip pendaftar pertama. Setidaknya itu diatur dalam UU No 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Domain yang dimiliki tentunya wajib didasarkan pada itikad baik, tidak melanggar prinsip persaingan usaha secara sehat, dan tidak melanggar hak orang lain. Karena pentingnya privasi, maka diaturlah mengenai data-data pribadi yang beredar di masyarakat. Dalam pasal 28 Undang-undang yang sama dijelaskan bahwa:

(1) Penggunaan setiap informasi melalui media elektronik yang menyangkut data tentang hak pribadi seseorang harus dilakukan atas persetujuan pemilik data tersebut.
(2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah penggunaan informasi yang bersifat umum dan tidak bersifat rahasia melalui media elektronik.

Pasal tersebut dibuat setidaknya untuk melindungi masyarakat khususnya para pemakai internet dari ancaman cyber crime. Banyak sekali kejahatan yang melibatkan cyberspace didalamnya. Namun, yang menyangkut masalah privasi, terdapat kejahatan-kejahatan komputer seperti identity theft dan stalking.
Identity management at the most common is the connection between a personal name, address or location, and account[2]. Identitas antara lain berisi nama personal, alamat, lokasi, dan akun. The most common identity management mechanisms today focus on the certification of a person known in an organization to interact with enterprise systems. With enterprise identity systems, this has expanded into an integrated system of business processes, policies and technologies that enable organizations to facilitate and control their customers’ access to critical online applications and resources while protecting confidential personal and business information from unauthorized users[3]. Identitas di dunia maya sangat berguna untuk melakukan segala kegiatan serta menjaring informasi dari internet. Kepemilikan identitas di cyberspace tentunya diatur sedemikian rupa untuk menjaganya tetap milik pribadi dan tidak disalahgunakan oleh orang lain untuk kepentingan lain pula. Salah satu perlindungan sederhana atas sebuah identitas adalah dengan memasukkan password. Namun, cara ini tidak lagi efektif, karena ada beberapa oknum-oknum yang berhasil mencuri password dan menggunakannya untuk keperluan pribadi, bahkan untuk berbuat jahat seperti cyber fraud, terrorism, dan lainnya. Hal itulah yang disebut dengan identity theft, dimana pelaku menggunakan identitas orang lain di dunia cyberspace untuk melakukan sesuatu, bahkan melakukan kejahatan. Ini dapat disebut kejahatan dan pelanggaran hukum. Seperti yang sudah ditampilkan sebelumnya, pasal 28 UU No 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, “Penggunaan setiap informasi melalui media elektronik yang menyangkut data tentang hak pribadi seseorang harus dilakukan atas persetujuan pemilik data tersebut.” Dengan menggunakan identitas orang lain tanpa izin itu berarti melanggar hukum.
Lalu, apa yang dimaksud dengan cyberstalking? Stalking dalam bahasa Indonesia yaitu penguntitan. Seperti di dunia nyata, jika kita dikuntit oleh orang tak dikenal, maka kita akan merasa takut dan tidak nyaman. Begitupun di dalam cyberspace, yang biasa disebut cyberstalking. Penguntitan dilakukan dengan mengupload materi-materi tentang korban yang bersifat merugikan dan mencemarkan nama baik. Seperti mengatakan kalau korban itu perempuan murahan, dan sebagainya. Sehingga korban merasa tidak nyaman atau bahkan depresi.
Dalam buku karya Petrus Reinhard Golose misalnya, diceritakan sebuah kasus nyata dimana seorang gadis di Amerika tersiksa dan mengalami depresi berkepanjangan karena cyberstalking ini. Dia bertemu dengan seorang satpam gereja berusia 50 tahun yang jatuh cinta kepada gadis itu, namun tidak mendapat balasan yang sama dari gadis tersebut. Pelaku yang tersinggung lalu mem-posting identitas pribadi korban yaitu penampilan fisik, alamat, nomor telepon dan lain sebagainya, serta cara menerobos web milik korban. Korban dikatakan sebagai perempuan murahan, sehingga, ratusan pemakai internet mengakses dan mengajaknya ‘berkencan’. Bahkan setiap malam korban mendapat telepon dari berbagai lelaki yang tidak dikenal dan hal ini tentunya sangat menyiksa korban[4].
Kedua jenis kejahatan tersebut, identity theft dan stalking merupakan kejahatan yang melibatkan privasi di dalamnya. Privasi diperlakukan secara tidak baik sehingga timbul kejahatan. Tidak salah jika Bareskrim kemudian mengeluarkan slogan ‘Think Before Click’. Berpikir sebelum memasukkan data yang bersifat pribadi ke dunia maya. Ini berguna, karena kita tidak tahu siapa yang kita hadapi dalam our second life.


[1] http://www.litbang.depkes.go.id/tik/media/Pengantar_WWW.doc
[2] L. Jean Camp, 2007, Economics of Identity Theft Avoidance, Causes and Possible Cures, New York: Springer Science Business Media, LLC.
[3] ibid
[4] Petrus Reinhard Golose, 2008, Seputar Kejahatan Hacking: Teori dan Studi Kasus, Jakarta: Yayasan Pengembangan Kajian Ilmu Kepolisian

Merokok: Sebuah Proses Belajar Pada Anak




Merokok merupakan satu kegiatan yang banyak dilakukan oleh orang dewasa. Namun, dewasa ini, menghisap rokok juga dilakukan anak-anak. Padahal, dampak merokok sangat berbahaya, apalagi jika dilakukan anak-anak. Bahaya merokok terhadap kesehatan tubuh telah diteliti dan dibuktikan banyak orang. Efek-efek yang merugikan akibat merokok pun sudah diketahui dengan jelas. Banyak penelitian membuktikan kebiasaan merokok meningkatkan risiko timbulnya berbagai penyakit seperti penyakit jantung dan gangguan pembuluh darah, kanker paru-paru, kanker rongga mulut, kanker laring, kanker osefagus, bronkhitis, tekanan darah tinggi, impotensi serta gangguan kehamilan dan cacat pada janin. Tidak kurang dari 4000 zat kimia beracun dikeluarkan oleh rokok kedalam tubuh kita. Zat kimia yang dikeluarkan ini terdiri dari komponen gas (85 persen) dan partikel. Nikotin, gas karbonmonoksida, nitrogen oksida, hidrogen sianida, amoniak, akrolein, asetilen, benzaldehid, urethan, benzen, methanol, kumarin, 4-etilkatekol, ortokresol dan perylene adalah sebagian dari beribu-ribu zat di dalam rokok. Komponen gas asap rokok adalah karbonmonoksida, amoniak, asam hidrosianat, nitrogen oksida dan formaldehid. Partikelnya berupa tar, indol, nikotin, karbarzol dan kresol. Zat-zat ini beracun, mengiritasi dan menimbulkan kanker (karsinogen)[1].


Tidak heran jika kemudian larangan terhadap rokok dilakukan dimana-mana. Bahkan, pemerintah mengharuskan pabrik rokok untuk mencantumkan bahaya rokok pada setiap kemasan produk rokoknya. Namun, para perokok tetap saja tidak mengindahkan peringatan tersebut. Jika orang dewasa saja tidak mengindahkan peringatan tersebut apalagi anak-anak yang cenderung belum mengerti bahaya rokok. Sehingga, sekarang, makin banyak saja anak-anak yang mulai merokok.
Menurut hasil penelitian, di Jakarta didapatkan 34 persen murid sekolah usia SMP pernah merokok dan sebanyak 16,6 persen saat ini masih merokok. Di Bekasi, didapatkan 33 persen murid sekolah usia SMP pernah merokok dan sebanyak 17,1 persen saat ini masih merokok. Demikian halnya di Medan, didapatkan 34,9 persen murid sekolah usia SMP pernah merokok dan sebanyak 20,9 persen saat ini masih merokok. Dengan demikian, rata-rata jumlah perokok remaja di Indonesia lebih tinggi daripada data di Bhutan, yakni sekitar 20 persen dan di India atau Bangladesh angkanya berada di bawah 10 persen[2].
Data GYTS (Global Youth Tobacco Survey) Indonesia juga menunjukkan di Jakarta didapatkan 66,8 persen murid sekolah usia SMP tinggal serumah dengan orang yang merokok dan 81,6 persen tercemar asap rokok di luar rumah. Di Bekasi didapatkan 66,3 persen murid sekolah usia SMP tinggal serumah dengan orang yang merokok dan 76,1 persen tercemar asap rokok di luar rumah. Di Medan, didapatkan 69,0 persen murid sekolah usia SMP tinggal serumah dengan orang yang merokok dan 79,5 persen tercemar asap rokok di luar rumah. ”Hal ini memprihatinkan dan seharusnya menjadi pusat perhatian semua pihak,” demikian Peneliti Utama GYTS Indonesia Tjandra Yoga Aditama di Jakarta, baru-baru ini[3].
Anak adalah masyarakat dan warga yang berumur dibawah 18 tahun dan belum menikah. Pengertian tersebut dibuat tentunya bukan tanpa alasan. Pada umur dibawah 18 tahun perkembangan anak masih belum sematang orang dewasa. Anak-anak dianggap belum mengerti sepenuhnya dan belum memiliki tanggung jawab layaknya orang dewasa. Begitupun jika menyangkut masalah rokok.
Anak-anak belum mengetahui sepenuhnya bahaya jika mereka menghisap rokok. Pengetahuan mereka belum cukup untuk mengerti apa itu nikotin, tar, dan berbagai zat yang ada di dalam rokok dan pengaruhnya terhadap tubuh. Meskipun dilarang oleh berbagai pihak, merokok yang dilakukan anak-anak sebenarnya bukan merupakan pelanggaran hukum. Merokok yang dilakukan oleh anak-anak merupakan status offences. Status offences adalah segala hal yang dilakukan orang dewasa dianggap biasa saja, sedangkan jika dilakukan anak-anak maka dianggap nakal atau menyimpang. Misalnya saja bolos, merokok, dan menonton film porno. Pelanggaran hukum berbeda dengan status offences. Pelanggaran hukum merupakan perbuatan yang jika dilakukan anak-anak maupun dewasa sama-sama dianggap menyimpang. Misalnya seperti mencuri, memperkosa, membunuh, dan perilaku lainnya yang dilarang dalam Undang-undang
Anak-anak merokok biasanya terjadi bukan karena kemampuan sendiri, namun meniru apa yang dilakukan oleh orang-orang di lingkungan sekitar. Itulah kenapa lingkungan sekitar sangat mempengaruhi kebiasaan anak untuk merokok. Lingkungan tersebut bermacam-macam mulai dari keluarga, lembaga pendidikan hingga lingkungan sekitar tempat dimana anak-anak tersebut berinteraksi. Berikut merupakan uraian lingkungan yang memberikan pengaruh kepada anak-anak untuk merokok.

Keluarga
        “According to the literature, the family as an institution plays a critical role in the socialization of children; as a consequence, parents presumably play a critical role in whether their children misbehave (Ogburn, 1933; Parsons, 1955; Rossi, 1977; Kagan, 1977”)[4]
Menurut berbagai sumber, keluarga memegang peranan penting dalam proses sosialisasi anak. Sebagai konsekuensinya, orang tua memiliki peran aktif jika anaknya melakukan hal yang menyimpang. Orang tua, selain berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan biologis anak seperti gizi dan kesehatan, juga berperan dalam proses sosialisasi anak. Jika memakai istilah “Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya”, maka anak dapat diposisikan sebagai “buah” yang mengidentifikasikan dirinya sebagai “pohon” yang merupakan orang tuanya.
Hasil survei terhadap 400 pelajar di Kota Yogyakarta oleh Pusat Studi Wanita (PSW) UGM menunjukkan pengaruh orangtua sangat dominan dalam mempengaruhi anak menjadi pecandu rokok. Peneliti PSW Dr Siti Hariti Sastriyani menyatakan, survei menunjukkan 64,4% anak/remaja merokok lantaran meniru ayahnya, 3,8 % menyontoh ibunya[5].
Dari hasil penelitian diatas dapat kita ketahui bahwa anak-anak cenderung meniru apa yang dilakukan oleh orang tuanya. Mereka tidak mengerti bahwa apa yang mereka lakukan tidak selamanya benar. Mereka pikir jika orang tua mereka melakukannya, maka itulah yang mereka anggap benar. Karena orang tua adalah tokoh panutan mereka sejak kecil, maka mereka melakukan proses identifikasi terhadap orang tuanya. Begitupun saat mereka mengidentifikasikan dirinya sebagai perokok, orang tua berperan penting dalam memberikan identifikasi tersebut.








Lembaga Pendidikan
       Setelah seorang anak menginjak usia tertentu, maka mereka diwajibkan untuk mengikuti pendidikan dasar 9 tahun di sebuah lembaga bernama sekolah. Selain tempat belajar secara formal, sekolah juga merupakan tempat belajar para anak untuk bersosialisasi, baik dengan teman sebayanya maupun dengan orang-orang di lingkungan sekolah. Tidak heran jika kemudian anak-anak mengikuti apa yang dilakukan oleh orang-orang di sekitarnya.
Anak merokok di sekolah bisa dikarenakan meniru lingkungannya. Di lingkungan sekolah terdapat para guru, para murid dan karyawan sekolah lainnya seperti satpam, petugas administrasi, dan lain sebagainya. Tidak jarang para guru dan karyawan merokok di lingkungan sekitar sekolah. Kegiatan itu dilihat oleh anak-anak yang kemudian menginternalisasikan hal itu ke dalam dirinya. Apalagi, mereka sudah menganggap guru itu sebagai teladan yang patut dicontoh. Seorang guru merupakan sosok panutan anak-anak murid karena perannya sebagai pengajar dan pendidik yang selalu dianggap benar oleh murid-muridnya. Itulah mengapa anak-anak lalu merasa sah-sah saja meniru gurunya untuk merokok.
Bahkan, perilaku merokok di sekolah bisa disebabkan oleh teman-teman sebayanya. Bisa saja anak-anak yang meniru gurunya untuk merokok lalu mengajarkan kepada teman-temannya yang lain. Atau kebetulan ada anak-anak lain yang melihat temannya merokok lalu ingin mecoba ikut-ikutan.



Lingkungan Sekitar
        Selain dari keluarga dan lembaga pendidikan, anak-anak juga belajar merokok dari lingkungan sekitar. Media massa misalnya, berperan penting dalam proses sosialisasi rokok kepada anak-anak. Iklan rokok dianggap sebagai kendala utama dalam pencegahan dampak bahaya rokok terhadap anak-anak. Bagaimana tidak? Sebagian besar iklan rokok menayangkan para lelaki yang terkesan pemberani, tangguh dan jantan saat menggunakan produk rokok tersebut. Anak-anak pun terpancing dan ingin menjadi seperti orang yang ada dalam iklan itu. Anak-anak lalu mengidentifikasikan dirinya seperti model iklan di televisi atau media massa lain, dan akhirnya mengkonsumsi rokok.
Penelitian Komnas Perlindungan Anak tahun 2007 menunjukkan bahwa 91,7% remaja berusia 13-15 tahun di DKI Jakarta merokok karena didorong oleh pengaruh iklan. Media massa cetak dan elektronik harus bertanggung jawab terhadap bahaya merokok ini.[6]
Warung rokok juga memberikan kontribusi negatif pada anak usia sekolah. Di Jakarta, Bekasi dan Medan didapatkan hampir 70 persen murid sekolah usia SMP membeli rokok pada penjual rokok tanpa ditanyai usianya oleh penjual rokok.[7]
Tersebarnya warung rokok juga menjadi salah satu faktor lingkungan yang mempengaruhi perilaku anak untuk merokok. Penjual rokok jarang bahkan tidak bertanya jika ada anak-anak dibawah umur yang membeli rokok. Karena para penjual tersebut seringkali beranggapan bahwa anak-anak itu membeli rokok karena disuruh oleh orang tuanya, atau oleh orang dewasa lain.



Kesimpulan
       Anak belajar untuk melakukan berbagai hal. Anak belajar menulis, berbicara, bersosialisasi, dan melakukan berbagai hal termasuk merokok. Hal ini tidak luput dari peran lingkungan dalam membentuk anak tersebut akan jadi apa nantinya. Anak cenderung suka meniru, mengidentifikasikan dirinya dengan tokoh panutannya yang dianggap benar dan menyenangkan. Terdapat proses belajar dalam dirinya yang kemudian mempengaruhi perilakunya dalam bersosialisasi dengan orang lain. Proses belajar inilah yang terkadang dilakukan anak-anak tanpa mengerti apakah yang dicontohnya itu benar atau salah.
        Namun, tidak selamanya proses belajar merupakan penyebab anak merokok. Kontrol sosial juga memegang peranan penting dalam membentuk anak menjadi merokok. Tidak adanya Undang-undang yang melarang anak-anak untuk merokok juga menjadi salah satu sebab meningkatnya jumlah perokok anak-anak. Kontrol sosial eksternal yang lemah ini kemudian tidak dapat mengikat anak-anak untuk tidak merokok. Pengawasan dari orang-orang terdekat seperti keluarga, guru dan orang dewasa lainnya juga memegang peranan penting dalam mencegah anak untuk merokok. Namun, pengawasan saja tidak cukup. Butuh lebih banyak cara untuk mencegah dan menanggulangi anak merokok.

Sunday 26 April 2009

Konsekuensi seorang Intel


Saat itu dosen saya lagi menerangkan tentang pekerjaan seorang Intelijen. Pekerjaan intel bersifat rahasia, gunanya adalah untuk mencegah kejahatan. Karena kerahasiaannya itu, tidak ada satupun dari kita yang tahu tentang kehadiran seorang intel di lingkungan sekitar kita. Bicara tentang pekerjaan sebagai intel, dosen saya kemudian menjelaskan bagaimana pekerjaan sebagai intel bisa membuat kita kaya. Karena, kita bisa bekerja di dua institusi yang berbeda tanpa diketahui institusi tempat kita bekerja tersebut. Istilahnya: muka dua. Tapi selama itu tidak saling menjatuhkan sepertinya sah-sah saja.. heheehe.

Lalu teman-teman di kelas saya mulai menghayal menjadi intelijen suatu hari dan bekerja minimal di BIN, dengan gaji luar biasa besar. Hampir semua tertarik untuk menjadi intel. Sampai pada suatu saat, dosen saya menunjukkan slide presentasi tentang konsekuensi menjadi intel. Slide itu berisi:

- Berhasil, tidak dipuji
- Gagal, dicaci maki
- Hilang, tidak dicari
- Mati, tidak diakui

Sontak semua orang di kelas terdiam sejenak lalu tertawa. Nasib ya nasib seorang intel... Mau jadi intel? Mikir lagi deh...

Saturday 25 April 2009

Homoseksual vs Perilaku Kekerasan




Tanggal 17 Maret 2009 lalu terjadi pembunuhan terhadap seorang karyawati perusahaan farmasi, Elen Sutjiadi (22 tahun). Bertempat di tangga darurat lantai 7,5 Pacific Place, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, pembunuhan ini dilakukan oleh seorang petugas keamanan, Mulyadi bin Saimin (29 tahun). Petugas itu sehari-harinya bekerja sebagai satpam di bioskop Blitz Megaplex. Saat ditemukan, korban berada dalam keadaan terlentang dan seluruh tubuhnya mengalami luka sayatan terutama di bagian leher dan muka. Bahkan, wajahnya sendiri nyaris tidak bisa dikenali karena penuh dengan luka sayatan senjata tajam.


Kejadian ini bagaikan sebuah daya tarik berbagai prediksi tentang motif dibalik semua. Salah satu artikel yang saya baca dari Warta Kota online, polisi mengendus pelakunya seorang gay atau homoseksual. "Tersangka diduga cemburu berat. Artinya, pria gay ini merasa pacarnya diserobot oleh Elen," ujar seorang polisi di Polda Metro Jaya yang menangani kasus ini. Karena dibakar api cemburu itulah sang pelaku akhirnya membunuh Elen dengan cara yang termasuk sadis.


Homoseksual

Kasus ini terkait dengan adanya pelaku yang memiliki penyimpangan seksual yakni homoseksual. Fenomena homoseksual bukan merupakan hal baru di dalam masyarakat kita. Jika dahulu perilaku homoseksual dianggap tabu, kini tidak lagi. Banyak orang-orang mengaku bahwa mereka homo dan mereka bersikap biasa saja, bahkan bangga. Di Belanda misalnya, undang-undang yang melegalkan pernikahan dengan sesama jenis telah disahkan di negeri kincir angin tersebut. Banyak orang yang menggelar acara pernikahan di sana agar status mereka sebagai homoseksual diakui secara hukum.

Secara normal, setiap orang akan merasa tertarik kepada orang lain dengan jenis kelamin yang berbeda, yaitu antara pria dan wanita. Keadaan kemudian menjadi abnormal saat ketertarikan secara seksual bukan lagi terhadap lawan jenis, tetapi kepada sesama jenis, beda jenis, bahkan berbeda bentuk sekalipun. Ini kemudian dikenal sebagai penyimpangan seksual. Tidak hanya homoseksual, penyimpangan seksual sendiri memiliki berbagai macam jenis seperti exhibitionism, fetishism, frotteurism, pedophilia, masochism, sadism, voyeurism, dan lain-lain. Pengategorisasian penyimpangan seksual tersebut tergantung kepada penyebab terjadinya sexual arousal atau pemicu seksual. Pada perilaku seksual yang menyimpang, sexual arousalterjadi karena hal-hal tertentu yang dianggap tidak normal dimata masyarakat. Seperti ketertarikan kepada hewan, suara telepon, feses, bahkan mayat, yang kemudian dapat merangsang seksual.



Adalah homoseksual, menyukai sesama jenis. Perempuan menyukai perempuan dan pria menyukai sesamanya. Bukan lagi menjadi suatu hal yang mengejutkan karena jika kita lihat di sekitar kita, ada saja orang-orang yang seperti itu. Sebagai contoh, saya memiliki teman yang memiliki pacar seorang pria, padahal dia sendiri seorang pria. Suatu hari, dia bercerita bahwa dia baru berciuman dengan pacar prianya itu saat menonton film layar lebar. Saat saya menanyakan apakah dia terangsang saat berciuman, dengan entengnya dia menjawab “Ya lumayan sih, habis dia tampan.”



Saya membaca salah satu artikel di Kompas online yang membahas mengenai pembunuh Elen yang diduga seorang gay. Selesai membaca artikel tersebut, saya membaca berbagai komentar tentang artikel tersebut dibawahnya yang menjurus kepada ketidakterimaan masyarakat akan orang-orang yang menganggap gay itu harus dijauhkan. Bahkan, masyarakat kita sendiri berperilaku seperti itu, menganggap bahwa menjadi seorang gay dan lesbian adalah sah-sah saja. Banyak pernyataan yang menjadi sebuah tameng para gay dan lesbian untuk tetap eksis. Salah satunya adalah: “Mereka juga manusia, sama seperti kita”. Pada salah satu komentar tentang pertentangan antara pro dan kontra homoseksual di artikel yang saya baca tersebut, seseorang meninggalkan komentar yang berbunyi seperti ini, “Pak Polisi, cepatlah tuntaskan kasus ini, supaya enggasaling menjelekkan. Aku cuma mau tanya : Siapa yang mau punya keturunan tidak normal?” Dari pernyataan diatas, jelaslah orang itu menganggap homoseksual terjadi karena adanya faktor keturunan. Benarkah itu?




Perspektif
Dilihat dari perspektif biologis, tidak salah jika banyak orang menganggap homoseksual merupakan sebuah ‘penyakit’ keturunan. Setiap orang dilahirkan dengan tingkat hormon yang berbeda-beda. Ada orang-orang yang dilahirkan dengan tingkat hormon yang tinggi, yang menyebabkan dorongan seksualnya juga tinggi. Seringkali, orang-orang dengan libido tinggi ini tidak mampu menyalurkan hasrat seksualnya terkait dengan banyak hal seperti belum menikah, berada dalam tahanan Lembaga Pemasyarakatan, istri tidak tertarik dengan seks (frigid), dan banyak hal lainnya. Sehingga, orang-orang dengan tingkat libido tinggi tersebut kemudian dipaksa untuk mengeluarkan fiksi yang menyesatkan. Orientasi seksual mereka pun berubah, tidak lagi ketertarikan terhadap lawan jenis, tetapi ketertarikan terhadap hal-hal lain. Misalnya saja orang-orang di lembaga pemasyarakatan yang terbiasa hidup bersama dengan orang-orang dengan jenis kelamin yang sama, maka ia akan cenderung menyukai sesama jenis.


Faktor lain berperan penting dalam hal ini. Seperti faktor lingkungan sekitar. Faktor ini berpengaruh besar dalam membentuk pemikiran yang akhirnya mempengaruhi individu dalam mengarahkan orientasi seksualnya. Faktor lingkungan membuat seorang individu mempelajari yang terjadi di sekitarnya. Berbeda dengan perspektif biologis, mempelajari suatu perilaku dari lingkungan sekitar disebut juga learning theories.Learning theory juga memegang peranan penting mengenai penolakan terhadap heteroseksual, dan memberikan stimuli yang tidak benar terhadap orientasi seksual


Dalam lembaga pemasyarakatan misalnya, seorang narapidana diharuskan hidup dengan narapidana lain yang jenis kelaminnya sama. Selain itu, keberadaan dia di lembaga pemasyarakatan tersebut tanpa didampingi oleh istri atau suami sahnya. Hal ini tentu saja berpengaruh terhadap kondisi seksualnya. Apalagi jika narapidana itu melihat teman-temannya yang lebih dulu berada di lembaga pemasyarakatan menjalin hubungan dengan sesama jenis. Awalnya dia akan memberi penolakan terhadap hal yang dianggap tabu tersebut. Namun, lama kelamaan, dia akan menerima dan bahkan mempelajarinya sebagai salah satu orientasi seksualnya.


Hal ini tidak hanya terjadi di lembaga pemasyarakatan tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari. Banyak media yang bisa dijadikan pembelajaran untuk menjadi homoseksual. Mulai dari komik-komik manga seperti ghostdan gravitation sampai tayangan-tayangan yang ada di televisi maupun film luar seperti brokeback mountain , sugar, boys don’t cry, dan lainnya. Dari film itu kemudian terciptalah sebuah culture atau kebudayaan yang membuat kaum homoseksual terlihat seolah-olah benar, dan tidak menyimpang.



Homoseksual vs Kekerasan
Menurut Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Komisaris Besar Carlo Brix Tewu, lebih dari separuh kasus pembunuhan yang melibatkan homoseksual berakhir dengan mutilasi. Kasus umumnya dilakukan secara spontan dan terkait dengan persoalan pasangan seks. ”Angkanya saya punya, tetapi tidak di tangan saya sekarang. Jadi saya sebut saja, lebih dari separuh berakhir mutilasi” ujarnya dalam salah satu artikel dikompas.com.


Tidak hanya kasus Elen yang telah dibahas diatas yang berakhir dengan pembunuhan sadis. Kasus pembunuhan berantai dan mutilasi yang dilakukan terdakwa Very Idham Henyansyah alias Ryan (30) juga melibatkan homoseksual dan pembunuhan sadis. Lalu, apakah ada korelasi antara homoseksual dengan perilaku kekerasan? Kedua perilaku tersebut secara psikologis dibedakan, namun secara penyebab kurang lebih sama. Secara biologis, tingginya hormon testosterone berperan penting dalam menentukan tingkat agresivitas seseorang dan juga tingkat keinginan seksual yang ada dalam diri mereka.


Setiap orang ingin dihargai, tidak terkecuali kaum homoseksual. Kaum homoseksual memiliki keterikatan yang kuat dengan sesamanya. Mengutip pernyataan dari prof Adrianus, Guru Besar Kriminologi UI, dalam artikelkompas.com yang sama saat membahas kasus Ryan si penjagal, pembagian peran pria dan wanita menentukan eksistensi setiap homoseks. Jika salah seorang dari pasangan homoseks hilang (lari, selingkuh, kembali menjadi pria sesuai fungsi tubuhnya, atau meninggal), maka homoseks lainnya mengalami krisis peran, krisis eksistensi. Bisa dimengerti jika kemudian Mulyadi membunuh Elen karena dibakar api cemburu. Mulyadi merasa pasangan homoseksualnya hilang karena kehadiran Elen yang membuat Ryan, pacar Elen, menjadi lelaki seutuhnya. Dengan hilangnya Ryan, Mulyadi kemudian merasa kehilangan eksisitensinya sebagai homoseksual. Ia menyalahkan Elen sebagai biang kerok dari semua masalah, dan akhirnya membunuh Elen.


Mayat Elen yang ditemukan di Pasific Place keadaannya sangat parah. Wajah korban hampir tidak dikenali karena luka sayatan yang dibuat oleh pelaku. Dari cara pelaku menghabisi korban, dapat kita lihat bahwa pelaku menghabisi korban dengan diikuti amarah atau nafsu yang membuatnya memperlakukan korban seperti pelampiasan seluruh amarahnya. Dalam banyak kasus pembunuhan yang dilakukan kaum heteroseksual, seperti dikutip di Kompas.com, pelaku umumnya menikam korban satu atau dua kali. Sedangkan para homoseksual khususnya kaum gay yang melakukan pembunuhan biasanya menikam korban lebih dari sepuluh kali. Seorang kriminolog menambahkan bahwa pola atau gaya pembunuhan yang dilakukan seorang gay sangat khas. Mereka cenderung menghabisi seseorang yang dianggap menyerobot pacarnya dengan cara-cara di luar kelaziman.


Pelaku disini memiliki motif power atau kekuasaan, dimana ia membunuh untuk menunjukkan eksistensi dan harga dirinya sebagai homoseksual. Menurut Guru Besar Psikologi UI Sarlito, asmara yang tumbuh di antara kaum homoseksual pria umumnya adalah cinta platonis, mencintai untuk menguasai dengan pendekatanloose-loose solution dan bukan win-win solution. Dengan kata lain, dalam kasus-kasus perebutan, perselingkuhan, dan pertengkaran asmara, kaum homoseks umumnya berprinsip, 'kalau saya tidak dapat, maka kamu pun tidak akan mendapat dia'. Interaksi berlangsung agresif saling menghancurkan.


Kecemburuan berbuah pembunuhan. Akankah kasus seperti ini akan kembali bermunculan di masa mendatang pada kalangan homoseksual? Mungkin. Tetapi bukan berarti menutup kemungkinan akan dilakukan oleh kaum heteroseksual yang menurut pandangan masyarakat memiliki orientasi seksual yang normal. Malah, karena kaum heterogen lebih banyak, justru kaum normal inilah yang butuh kita waspadai. Mengutip jargon sebuah tayangan berita di televisi, ‘Buka mata, ini nyata, waspadalah!’

Paramilitary Policing di Indonesia



Paramilitary Policing adalah salah satu hal menarik yang saya pelajari dalam kuliah Polisi dan Pemolisian. Saya memiliki pengertian bahwa Paramilitary Policing adalah suatu bentuk konsep kepolisian yang hampir mirip dengan Tentara Republik Indonesia (TNI), namun ditujukan untuk POLRI. Saya sebut demikian karena Paramilitary Policing, seperti yang disampaikan oleh prof Adrianus dalam kuliah Polisi dan Pemolisian tersebut, memiliki sifat-sifat, atribut-atribut, serta simbol-simbol militer yang dimiliki TNI, seperti seragam, sikap, sebutan personil, jenjang kepangkatan, membawa senjata, menggunakan kekerasan dan sangat sarat dengan nuansa militer.
 
Paramilitary Policing sangat terlihat di tubuh Brimob (Brigadir Mobil). Brimob sendiri memiliki sejarah pembentukan dari zaman penjajahan Belanda dan Jepang. Seperti yang saya temukan dalam bahan bacaan ‘Almanak Reformasi Sektor Keamanan Indonesia’ tahun 2007, bahwa Brimob dibentuk tanggal 14 November 1946 untuk bersama-sama dengan elemen bangsa lainnya mempertahankan kemerdekaan dari upaya Belanda dan sekutunya untuk kembali menjajah Indonesia.

Dari bahan bacaan yang saya temukan, Almanak Reformasi Sektor Keamanan Indonesia, tulisan Beni Sukadis dkk, Brimob Polri merupakan bagian dari metamorfosis polisi paramiliter bentukan Jepang dan Belanda ketika kedua negara tersebut menjajah bangsa ini. Pada tahun 1912, ketika masa penjajahan Belanda satuan polisi bersenjata dibentuk dengan nama Gewapende Politie dan digantikan oleh satuan lain bernama Veld Politie, tugasnya antara lain: bertindak sebagai unit reaksi cepat, menjaga ketertiban dan keamanan masyarakat, mempertahankan hukum sipil, menghindarkan munculnya suasana yang memerlukan bantuan militer, serta konsolidasi atas wilayah yang dikuasai.

Dalam tulisan tersebut juga disebutkan bahwa POLRI melemah pada masa orde baru. Hal tersebut disebabkan karena struktur POLRI yang masih dibawah ABRI. Itu berimplikasi kepada pengadaan anggaran peralatan dan ketidakjelasan posisi POLRI dalam ABRI. Sikap dan tindakan Polri selama Orde Baru lebih nampak seperti “militer” dan jauh dari sikap polisi sebagai Pembina keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas). Segala ketentuan angkatan bersenjata juga diberlakukan bagi kepolisian, seperti pendidikan, sistem anggaran dan keuangan serta kebutuhan lainnya
. Untuk itu, akhirnya ABRI dipisahkan dari POLRI sesuai dengan isi TAP MPR No VI dan VII tahun 2000.

Setelah memisahkan ABRI (sekarang TNI) dengan POLRI, masalah yang kemudian dihadapi adalah masalah pendidikan, dimana pendidikan POLRI sedapat mungkin tidak memiliki unsur militer. Karena sewaktu masih bersatu dengan TNI, masalah POLRI adalah tidak dapat menyentuh lapisan masyarakat karena ‘budaya militer’ yang dimilikinya. Untuk itu, sistem pendidikan POLRI lalu berada dibawah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (DEPDIKNAS).

Mengutip tulisan yang sama, kita dapat mengetahui bahwa sistem pendidikan Polri di susun berdasarkan sistem pendidikan nasional, yaitu dengan pengembangan ilmu kepolisian yang dilakukan melalui konsorsium ilmu kepolisian dibawah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Berbagai substansi dan latihan Polri termasuk kurikulum pada setiap jenis pendidikannya diorientasikan dengan berbagai materi yang berkait erat dengan profesi kepolisian, antara lain penguasaan masalah-masalah HAM, demokratisasi, lingkungan hidup dan kemampuan dialog interaktif maupun muatan lokal/budaya setempat.

Yang coba saya jelaskan sekarang adalah jika Indonesia memakai Paramilitary Policing di masa depan, maka bukan tidak mungkin sejarah orde baru akan kembali terulang. Wajah Paramilitary Policing di Indonesia menjadi buruk jika diberlakukan kepada seluruh satuan kepolisian Indonesia, sampai pada satuan-satuan yang tugasnya justru mengayomi masyarakat seperti fungsi ketertiban umum dan pelayanan. Selain itu, masalah-masalah baru akan bermunculan akibat tidak dekatnya hubungan antara masyarakat dengan POLRI, salah satunya adalah masalah Hak Asasi Manusia yang terancam. Apalagi, sekarang adalah masa reformasi, dimana masyarakatnya bersikap lebih terbuka terhadap isu-isu yang kerap terjadi di Indonesia. Masyarakat lebih berani untuk melakukan demonstrasi, mogok, dan menunjukkan sikap tidak setujunya kepada pemerintahan. Jika Paramilitary Policing diterapkan kembali, maka bukan tidak mungkin akan kembali terjadi pelanggaran-pelanggaran HAM yang kemungkinan besar jumlahnya lebih banyak, dikarenakan banyaknya masyarakat yang makin berani menentang pemerintahan yang dulu sempat dibungkam pada zaman orde baru.

Paramilitay Policing cukup diterapkan kepada Brimob maupun satuan-satuan kepolisian yang menangani kasus-kasus tertentu, yaitu pada kasus-kasus berkadar tinggi seperti masalah penanggulangan huru-hara, penjinakan bahan peledak/bom, perlawanan teror, Search and Rescue (SAR), dan lain-lain, dan tidak ke seluruh satuan kepolisian apalagi yang berfungsi sebagai pelayanan dan ketertiban masyarakat. Dengan demikian, penerapan kekuatan paramilitary akan lebih tepat guna. Lagipula, jika Paramilitary Policing diterapkan, maka ‘wajah’ polisi akan terlihat sangar dan jauh dari masyarakat sehingga membuat masyarakat malas untuk melakukan laporan atas kejahatan-kejahatan yang terjadi.

Jadi menurut saya, Paramilitary Policing di Indonesia di masa depan dinilai kurang cocok dengan keadaan Indonesia sendiri. Lebih baik Indonesia memakai Community Policing. Karena selain lebih manusiawi, juga lebih efektif karena melibatkan seluruh lapisan masyarakat dalam menangani masalah kejahatan. Selain itu akan tercipta polisi-polisi yang lebih bersahabat dengan masyarakat sehingga masyarakat lebih berani untuk melaporkan kejahatan yang mereka alami karena tingginya tingkat kepercayaan terhadap polisi tadi. Dengan begitu, sifat polisi Indonesia yang cenderung reaktif lebih dapat berjalan karena laporan dari masyarakat juga berjalan dengan baik.


Bandidos dan Organisasi Masyarakat Indonesia


Dari berbagai artikel yang saya cari di internet, saya menemukan bahwa Bandidos merupakan sebuah perkumpulan orang-orang yang dikenal suka mengendarai motor-motor besar, yang memiliki ikatan persaudaraan yang kuat. Awal mula terbentuknya Bandidos adalah di Texas, pada tahun 1960an. Bandidos sendiri merupakan geng motor yang paling banyak menyebar di seluruh dunia. Mereka memiliki cabang-cabang antara lain di Amerika, Canada, Eropa, hingga Asia.

Keterikatan sosial dalam Bandidos sangat erat. Mereka menganggap anggota Bandidos lain sebagai keluarga dekat mereka, bahkan lebih dekat dari keluarga asli yang sebenarnya. Ini terbukti dari perlakuan mereka terhadap sesamanya.
 “It's closer than family. In fact, I'm closer to my Bandido brothers than I am to my immediate family

Keintiman hubungan para anggota Bandidos itu terbukti dari kepedulian mereka terhadap salah satu anggota geng yang tewas. Saat seorang Bandido bernama Jay Negrete ditembak di luar bar di San Pedro pada tahun 2001, ratusan bandido datang ke San Antonio dari segala penjuru dunia untuk mengucapkan bela sungkawa. Dan jika mereka merasa kematian anggota tersebut tidak wajar, seperti karena dibunuh, maka mereka akan membalas dendam kepada pembunuhnya.

Namun, yang kita fokuskan saat ini adalah bagaimana sebuah geng sebesar Bandidos yang notabene sudah menyebar di seluruh dunia, ikut andil dalam berbagai tindak kriminal. Dalam tulisan Brian Collister yang berjudul ‘Bandidos: Outlaw Bikers’, dijelaskan macam-macam tindak kriminal yang dilakukan oleh geng Bandidos ini.
 Kejahatan yang mereka lakukan antara lain perdagangan narkoba, penggelapan uang, pembunuhan, penipuan, pencurian, prostitusi, penyelundupan senjata, telemarketing, dan kejahatan-kejahatan lain yang menyebabkan kepanikan sosial.

Meskipun begitu, para Bandidos sendiri, tidak mengakui bahwa gengnya telah melakukan tindakan kriminal seperti itu. Mereka beranggapan bahwa apa yang dilakukan oleh anggota gengnya adalah urusan mereka sendiri. Tindak kejahatan yang dilakukan bukan semata-mata karena geng, tetapi karena ada keperluan pribadi. Seperti diakui John Portillo, salah satu pemimpin Bandidos di San Antonio, "If a brother is caught dealing dope or doing anything illegal, that's individual achievement. He's on his own. We don't condone that. That is not done as a club."[1]


Di Indonesia, terdapat organisasi serupa yang sering disebut dengan ‘geng motor’. Akhir-akhir ini geng motor menyita perhatian publik dengan tersebarnya video tata cara perekrutan anggota baru dari geng motor tersebut yang sarat akan kekerasan. Ternyata, video tersebut merupakan pemicu terkuaknya fenomena geng motor sebagai sebuah generasi yang penuh dengan kejahatan kekerasan. Tidak sampai disitu, media kemudian mengangkat isu geng motor dari berbagai sudut pandang, termasuk dari sudut pandang anggota geng tersebut yang ternyata sama-sama berkelit.


Lalu, apakah geng motor itu merupakan salah satu dari Organized Crime yang melibatkan narkotika di dalamnya? Hal ini bisa dikaitkan dengan network yang terdapat di kedua geng tersebut. Bandidos dinilai memiliki network yang luas, sehingga jika mereka menggunakannetwork tersebut sebagai jaringan pengedar narkotik pastinya akan tersebar luas bahkan di tingkat internasional. Bandidos memiliki jaringan masing-masing di setiap negaranya, dan merupakan wadah berkumpulnya para anggota geng. Sedangkan geng motor umumnya hanya tersebar di beberapa daerah. Selain itu kejahatan kekerasan geng motor yang dilakukan meskipun dinilai serius, namun jauh dibawah Bandidos yang memiliki catatan tindak kriminal yang lebih banyak dan beragam
.



[1] Brian Collister. 2008. Bandidos: Outlaw Bikers. [WOAI online]